banner

Saturday, September 25, 2010

Tanggung Jawab Sosial Manajer

Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam artikel akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.

CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.

Analisis dan pengembangan

Hari ini yang menjadi perhatian terbesar dari peran perusahaan dalam masyarakat telah ditingkatkan yaitu dengan peningkatan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan masalah etika. Masalah seperti perusakan lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap karyawan, dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidak nyamanan ataupun bahaya bagi konsumen adalah menjadi berita utama surat kabar. Peraturan pemerintah pada beberapa negara mengenai lingkungan hidup dan permasalahan sosial semakin tegas, juga standar dan hukum seringkali dibuat hingga melampaui batas kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan yang dibuat oleh Uni Eropa. Beberapa investor dan perusahaam manajemen investasi telah mulai memperhatikan kebijakan CSR dari suatu perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktek yang dikenal sebagai "Investasi bertanggung jawab sosial" (socially responsible investing).

Banyak pendukung CSR yang memisahkan CSR dari sumbangan sosial dan "perbuatan baik" (atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukan oleh Habitat for Humanity atau Ronald McDonald House), namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian kecil saja dari CSR. Perusahaan di masa lampau seringkali mengeluarkan uang untuk proyek-proyek komunitas, pemberian bea siswa dan pendirian yayasan sosial. Mereka juga seringkali menganjurkan dan mendorong para pekerjanya untuk sukarelawan (volunteer) dalam mengambil bagian pada proyek komunitas sehingga menciptakan suatu itikad baik dimata komunitas tersebut yang secara langsung akan meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat merek perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple bottom line, perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai kegiatan sosial di atas.

Kepedulian kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. CSR adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan(stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.

"dunia bisnis, selama setengah abad terakhir, telah menjelma menjadi institusi paling berkuasa diatas planet ini. Institusi yang dominan di masyarakat manapun harus mengambil tanggung jawab untuk kepentingan bersama….setiap keputusan yang dibuat, setiap tindakan yang diambil haruslah dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut [1]

Sebuah definisi yang luas oleh World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) yaitu suatu suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara khusus bergerak dibidang "pembangunan berkelanjutan" (sustainable development) yang menyatakan bahwa:

" CSR adalah merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya".[2].

Pelaporan dan pemeriksaan

Untuk menunjukkan bahwa perusahaan adalah warga dunia bisnis yang baik maka perusahaan dapat membuat pelaporan atas dilaksanakannya beberapa standar CSR termasuk dalam hal:

* Akuntabilitas atas standar AA1000 berdasarkan laporan sesuai standar John Elkington yaitu laporan yang menggunakan dasar triple bottom line (3BL)
* Global Reporting Initiative, yang mungkin merupakan acuan laporan berkelanjutan yang paling banyak digunakan sebagai standar saat ini.
* Verite, acuan pemantauan
* Laporan berdasarkan standar akuntabilitas sosial internasional SA8000
* Standar manajemen lingkungan berdasarkan ISO 14000

Di beberapa negara dibutuhkan laporan pelaksanaan CSR, walaupun sulit diperoleh kesepakatan atas ukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dalam aspek sosial. Smentara aspek lingkungan--apalagi aspek ekonomi--memang jauh lebih mudah diukur. Banyak perusahaan sekarang menggunakan audit eksternal guna memastikan kebenaran laporan tahunan perseroan yang mencakup kontribusi perusahaan dalam pembangunan berkelanjutan, biasanya diberi nama laporan CSR atau laporan keberlanjutan. Akan tetapi laporan tersebut sangat luas formatnya, gayanya dan metodologi evaluasi yang digunakan (walaupun dalam suatu industri yang sejenis). Banyak kritik mengatakan bahwa laporan ini hanyalah sekedar "pemanis bibir" (suatu basa-basi), misalnya saja pada kasus laporan tahunan CSR dari perusahaan Enron dan juga perusahaan-perusahaan rokok. Namun, dengan semakin berkembangnya konsep CSR dan metode verifikasi laporannya, kecenderungan yang sekarang terjadi adalah peningkatan kebenaran isi laporan. Bagaimanapun, laporan CSR atau laporan keberlanjutan merupakan upaya untuk meningkatkan akuntabilitas perusahaan di mata para pemangku kepentingannya.

Kasus bisnis dari CSR

Skala dan sifat keuntungan dari CSR untuk suatu organisasi dapat berbeda-beda tergantung dari sifat perusahaan tersebut dan amat sulit untuk mengukur walaupun banyak sekali literatur yang memuat tentang cara mengukur seperti misalnya metode "Empat belas poin balanced scorecard oleh Deming. Orlizty, Schmidt, dan Rynes[3] menemukan suatu korelasi antara social / performa lingkungan hidup dan performa keuangan . Namun bisnis nampaknya tidak menguntungkan apabila diharuskan melaksanakan strategi CSR.

Hasil Survey "The Millenium Poll on CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London) diantara 25.000 responden di 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktek terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan, sedangkan bagi 40% citra perusahaan & brand image yang akan paling mempengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.

Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin "menghukum" (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut.[4]

Kasus bisnis pada CSR diantara perusahaan-perusahaan biasanya berkisar satu ataupun lebih dari argumentasi dibawah ini :

Sumber daya manusia

Program CSR dapat dilihat sebagai suatu pertolongan dalam bentuk rekrutmen tenaga kerja dan memperjakan masyarakat sekitar [5], terutama sekali dengan adanya persaingan kerja diantara para lulusan sekolah. Akan terjadi peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan pada rekrutmen tenaga kerja yang berpotesi maka dengan memiliki suatu kebijakan komprehensif akan menjadi suatu nilai tambah perusahaan. CSR dapat juga digunakan untuk membentuk suatu atmosfir kerja yang nyaman diantara para staf, terutama apabila mereka dapat dilibatkan dalam "penyisihan gaji" dan aktivitas "penggalangan dana" atapun suka relawan.

Manajemen risiko

Manajemen risiko merupakan inti dari strategi perusahaan. Reputasi yang dibentuk dengan susah payah selama bertahun-tahun dapat musnah dalam sekejap melalui insiden seperti skandal korupsi atau skandal lingkungan hidup. Kejadian ini dapat menarik perhatian yang tidak diinginkan dari penguasa, pengadilan, pemerintah dan media massa. Membentuk suatu budaya dari "mengerjakan sesuatu dengan benar" pada perusahaan dapat mengurangi risiko ini.[6].

Membedakan merek

Di tengah hiruk pikuknya pasar maka perusahaan berupaya keras untuk membuat suatu cara penjualan yang unik sehingga dapat membedakan produknya dari para pesaingnya di benak konsumen. CSR dapat berperan untuk menciptakan loyalitas konsumen atas dasar nilai khusus dari etika perusahaan.[7].

Ijin usaha

Perusahaan selalu berupaya agar menghindari gangguan dalam usahanya melalui perpajakan atau peraturan. Dengan melakukan sesuatu 'kebenaran" secara sukarela maka mereka akan dapat meyakinkan pemerintah dan masyarakat luas bahwa mereka sangat serius dalam memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan, diskriminasi atau lingkungan hidup maka dengan demikian mereka dapat menghindari intervensi. Perusahaan yang membuka usaha diluar negara asalnya dapat memastikan bahwa mereka diterima dengan baik selaku warga perusahaan yang baik dengan memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja dan akibat terhadap lingkungan hidup, sehingga dengan demikian keuntungan yang menyolok dan gaji dewan direksinya yang sangat tinggi tidak dipersoalkan.

Motif perselisihan bisnis

Kritik atas CSR akan menyebabkan suatu alasan dimana akhirnya bisnis perusahaan dipersalahkan. Contohnya, ada kepercayaan bahwa program CSR seringkali dilakukan sebagai suatu upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat atas masalah etika dari bisnis utama perseroan.

Narasumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan

Evolusi Teori Manajemen

SEJARAH PEMIKIRAN TENTANG MANAJEMEN

Pembahasan dan pemahaman perkembangan teori-teori manajemen sangat diperlukan guna memberikan landasan dalam pemahaman perkembangan teori manajemen selanjutnya. Setiap pandangan dalam teori manajemen akan membantu manajer untuk membuat keputusan-keputusan yang lebih efektif pada berbagai masalah yang berbeda dalam organisasi yang terus mengalami perubahan. Tiga pandangan utama tentang manajemen dapat dikelompokkan berdasarkan pendekatan-pendekatan sebagai berikut :

• Pendekatan klasik (the classical approaches), yang dikenal sebagai aliran manajemen ilmiah (scientific management) dan teori organisasi klasik/prinsip-prinsip administrative (administrative principles) serta organisasi birokrasi (bureaucratic organization) yaitu pendekatan pada studi manajemen dengan prinsip-prinsip universal untuk berbagai situasi manajemen.

• Pendekatan sumber daya manusia (the human resources approaches), yang dikenal juga sebagai aliran perilaku, yaitu pendekatan pada studi manajemen tentang kebutuhan manusia, kerja kelompok serta peranan faktor-faktor social di tempat kerja.

• Pendekatan kauntitatif atau pendekatan ilmu manajemen (the quantitative or management science approaches), yaitu pendekatan pada studi manajemen dengan menggunakan teknik-teknik matematis dalam memecahkan masalah manajemen dalam sebuah organisasi.

• Pendekatan modern (modern approaches), yaitu pendekatan pada studi manajemen dengan pandangan system dan pemikiran kontingensi berdasarkan komitmen terhadap mutu dan kinerja yang tinggi

.1. Pendekatan Manajemen Klasik

Aliran klasik, terdiri dari :

a) Manajemen Ilmiah
Tokoh utama aliran ini adalah Frederick Winslow Taylor yang menulis buku “Scientific Management”. Taylor memberikan prinsip-prinsip dasar penerapan pendekatan ilmiah pada manajemen dan mengembangkan teknik-teknik untuk mencapai efisiensi.

Empat prinsip dasar manajemen ilmiah, yaitu :

1. Pengembangan metode-metode ilmiah dalam manajemen, agar metode yang paling baik untuk pelaksanaan setiap pekerjaan dapat ditentukan

2. Seleksi ilmiah untuk karyawan, agar setiap karyawan dapat diberikan tanggung jawab atas suatu tugas sesuai dengan kemampuannya.

3. Pendidikan dan pengembangan ilmiah karyawan

4. Kerjasama yang baik antara manajemen dan karyawan
Teknik pencapaian efisiensi yang dikembangkan untuk melaksanakan prinsip-prinsiptersebut adalah studi gerak dan waktu, pengawasan fungsional, system upah perpotongan differensial, kartu instruksi, pembelian dengan spesifikasi dan standardisasi pekerjaan, peralatan, dan tenaga kerja.

b) Prinsip-Prinsip Administratif
Tokoh utama aliran ini adalah Henry Fayol, indsutrialis Perancis yang menulis buku “Administration Industriele et Generale”, mengemukakan lima unsur manajemen POACC (fungsionalisme Fayol)
Fayol membagi operasi perusahaan menjadi enam kegiatan yang saling bergantung yaitu :
1. Teknik, produksi dan manufacturing produk.
2. Komersial, pembelian bahan baku dan penjualan produk
3. Keuangan, perolehan dan penggunaan modal
4. Keamanan, melindungi para karyawan dan kekayaan perusahaan
5. Akuntansi, pelaporan dan pencatatan keuangan
6. Manajerial, penerapan fungsi POACC

Empat belas prinsip manajemen Fayol yaitu :

1. Pembagian kerja, spesialisasi meningkatkan efisiensi pelaksanaan kerja
2. Wewenang, hak untuk memberi perintah dan untuk dipatuhi
3. Disiplin, respek, dan ketaatan pada peranan dan tujuan organisasi
4. Kesatuan perintah, setiap karyawan hanya menerima intruksi tentang kegiatan tertentu dari seorang atasan.
5. Kesatuan pengarahan, operasi-operasi organisasi yang mempunyai tujuan yang sama harus diarahkan oleh seorang manajer dengan penggunaan satu rencana.
6. Meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan umum
7. Balas jasa, kompensasi untuk pekerjaan yang dilaksanakan harus adil bagi karyawan dan pemilik.
8. Sentralisasi, ada keseimbangan yang tepat antara sentralisasi (pengambilan keputusan terpusat) dan desentralisasi (memberikan peranan dalam pembuatan keputusan kepada karyawan
9. Rantai scalar, garis perintah dan wewenang yang jelas
10. Order, kebutuhan sumber daya harus ada pada waktu dan tempat yang tepat
11. Keadilan, harus ada persamaan perlakuan dalam organisasi
12. Kestabilan staff, tingkat perputaran karyawan yang tinggi tidak baik untuk perkembangan perusahaan.
13. Inisiatif, adanya kebebasan karyawan menjalankan pekerjaan sesuai rencana
14. Semangat korps, kesatuan adalah kekuatan, menekankan mendorong komunikasi lisan bila memungkinkan.
Marry Parker Follet memberikan pandangan terhadap prinsip-prinsip administratif dalam bukunya “Dynamic Administration : The Collected Papers of Mary Parker Follet” sebagai berikut :
• Tugas manajer adalah membantu karyawan untuk saling bekerja sama mencapai kepentingan-kepentingan yang terintegrasi
• Rasa memiliki terhadap perusahaan menciptakan rasa tanggung jawab kolektif
• Permasalahan dalam bisnis melibatkan banyak factor yang harus dipertimbangkan berkaitan dengan hubungan antar factor
• Pemberian pelayanan dan keuntungan perusahaan harus dikaitkan dengan kesejahteraan masyarakat

c) Teori Organisasi Birokratis, yang dikemukakan Max Waber menyatakan tentang konsep birokrasi yaitu : sebuah bentuk organisasi yang ideal dengan tujuan yang rasional serta sangat efisien yang didasarkan atas prinsip-prinsip yang masuk akal, teratur serta wewenang formal.

Beberapa karakteristik konsep birokrasi Weber, yaitu
• Pembagian tugas yang jelas,, pekerjaan ditentukan secara jelas menjadikan karyawan lebih terampil terhadap pekerjaan itu
• Hierarki wewenang yang jelas, posisi wewenang dan tanggung jawab ditentukan dengan jelas, setiap posisi melaporkan pada posisi lain yang lebih tinggi
• Aturan dan prosedur formal, petunjuk tertulis yang mengatur setiap perilaku dan keputusan dibuat secara formal
• Impersonal, aturan dan prosedur diterapkan secara menyeluruh, tidak ada yang mendapat perlakuan khusus
• Jenjang karier didasarkan atas kualitas, karyawan dipilih dan dipromosikan berdasarkan kemampuan dan kinerja, manajer harus karyawan yang professional.

1.2. Pendekatan Sumber Daya Manusia/Perilaku Manusia
Aliran ini muncul karena ketidakpuasan terhadap pendekatan klasik yang tidak sepenuhnya menghasilkan efisiensi produksi dan keharmonisan kerja. Aliran ini berusaha melengkapi dengan pandangan sosiologi dan psikologi.
Tokoh yang terkenal pada aliran ini adalah Elton Mayo, melalui percobaan yang dilakukan di pabrik Hawthorne terhadap kondisi kerja sekelompok karyawan, Mayo menemukan bahwa hubungan manusiawi diantara anggota terpilih maupun dengan peneliti (pengawas) lebih penting dalam menentukan produktivitas, perhatian khusus dari manajemen puncak mendorong peningkatan motivasi mereka, daripada perubahan variabel seperti upah, jam kerja atau periode istirahat. Fenomena ini dikenal sebagai “Hawthorne effect”.

Pandangan studi Hawthorne Effect memunculkan bidang studi perilaku organisasi yaitu studi tentang indivisu dan kelompok dalam organisasi diantaranya muncul teori kebutuhan manusia oleh Abraham Maslow terhadap lima tingkatan kebutuhan manusia, yaitu :

Teori tersebut berdasarkan atas dua prinsip, pertama prinsip deficit, kebutuhan yang telah terpenuhi berhenti menjadi motivator dalam perilaku, kedua prinsip berurutan, kelima kebutuhan tersebut berurutan seperti suatu hirarki, suatu kebutuhan disetiap tingkatan akan muncul jika kebutuhan ditingkat yang lebih rendah sudah terpenuhi.

Douglas McGregor memberikan pandangan berdasarkan studi Hawthorne dan Maslow, yaitu teori X dan teori Y tentang sifat manusia di tempat kerja :

Teori X berasumsi bahwa karyawan :

• Tidak suka bekerja
• Tidak mempunyai ambisi
• Tidak bertanggung jawab
• Enggan untuk berubah
• Lebih suka dipimpin daripada memimpin

Teori Y berasumsi bahwa karyawan :

Suka bekerja
• Mampu mengendalikan diri
• Menyukai tanggung jawab
• Penuh imajinasi dan kreasi
• Mampu mengarahkan diri sendiri

Manajer yang berasumsi bahwa karyawan bersifat X akan bersikap sangat mengatur dan berorientasi pada pengendalian. Sikap ini mendorong karyawan bersikap pasif, tergantung dan mempunyai rasa enggan.

Manajer yang berasumsi bahwa karyawan bersifat Y akan bersikap mendorong karyawan untuk berpartisipasi, bertanggung jawab dan merasa bebas dan kraetif dalam melakukan pekerjaan mereka.

1.3. Pendekatan Management Science
Aliran kuantitatif (management science), merupakan ilmu manajemen yang berdasarkan teknik-teknik matematis untuk pemecahan masalah dan pembuatan keputusan, biasanya digunakan dalam kegiatan seperti penganggaran modal, manajemen aliran kas, scheduling produksi, pengembangan strategi produk, perencanaan program pengembangan sumber daya manusia dan sebagainya.

Langkah-langkah management science yaitu :
1. Perumusan masalah
2. Penyusunan suatu model matematis
3. Mendapatkan penyelesaian dari model
4. Pengujian model dan hasil yang didapatkan dari model
5. Penetapan pengawasan hasil-hasil
6. Pelaksanaan

Pendekatan manajemen kauntitatif mencakup karakteristik sebagai berikut ;
Konsentrasi pada pengambilan keputusan dan dampak akhir bagi tindakan manajemen
Penggunaan kriteria ekonomi dalam keputusan (biaya, pendpatan, deviden)
Penggunaan model matematis dengan hukum dan rumus yang canggih
Penggunaan computer untuk mempercepat proses

1.4. Pendekatan Manajemen Modern
Berkembangnya pendekatan dalam ilmu manajemen menunjukkan bahwa tidak ada satu teori yang dapat diterapkan secara universal dalam segala situasi. Perkembangan teori manajemen terus mengalami penyesuaian seiring tuntutan lingkungan organisasi yang berubah secara dinamis. Sehingga manajer dan organisasi harus menanggapi perbedaan-perbedaan tersebut melalui strategi manajerial memberi kesempatan terhadap perkembangan sejumlah bakat dan kemampuan anggota-anggota organisai. Landasan utama pendekatan ini adalah manajemen sebagai system dan manajemen dengan pendekatan kontingensi.
1) Pendekatan Sistem (System Approaches)
Pendekatan system dalam manajemen artinya memandang organisasi sebagai suatu satu kesatuan yang menyeluruh yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubngan dan sebagai bagian dari lingkungan eksternal yang lebih luas. Pada dasarnya system merupakan sub system-sub system yang saling berhubungan dan saling bergantung.
Manajemen memandang system sebagai system tertutup dan system terbuka. Manajemen system tertutup memusatkan pada hubungan-hubungan dan konsistensi internal (kesatuan perintah, rentang kendali, wewenang dan delegasi) sedangkan system terbuka mempertimbangkan pengaruh lingkungan, tetapi secara fungsional tidak menghubungkannya dengan konsep-konsep dan teknik-teknik manajemen yang mengarahkan ke pencapaian tujuan.

2) Pendekatan Kontingensi (Contingency Approaches)
Pendekatan ini memandanga bahwa tugas manajer adalah mengidentifikasikan teknik mana pada situasi tertentu, di bawah keadaan tertentu dan pada waktu tertentu akan membantu pencapaian tujuan manajemen.
Perbedaan kondisi dan situasi membutuhkan aplikasi dan teknik manajemen yang berbeda, karena tidak ada teknik, prinsip dan konsep universal yang dapat diterapkan dalam seluruh kondisi. Pendekatan ini memasukkan variable-variabel lingkungan dalam analisanya, karena perbedaan kondisi lingkungan akan memerlukan aplikasi konsep dan teknik manajemen yang berbeda pula.